

Duapuluh hari lalu, tepatnya 3-5 November 2017, Rakornas Lazismu usai dihelat di kota Semarang. Niat dan visi misi telah disatukan. Strategi dan aturan main telah dan sedang dirumuskan. Saatnya, kini kita semua, menerjemahkannya dalam pengelolaan manajerial handal dan membingkainya dalam corporate culture yang profesional, transparan dan akuntabel. Inilah Enam Pilar yang menjadi dasar pergerakan dalam menanam, menumbuh-kembangkan milyaran kebajikan melalui lembaga yang kita cintai ini.
Perlu diingat dan diperhatikan bersama, di Lazismu, bukan di laznas korporatis lainnya, sebagai bagian dari Persyarikatan Muhammadiyah, tradisi amal soleh yang dikembangkan, selain bersifat hirarkis dan struktural, adalah egalitarianisme berbasis semangat saling tolong menolong, asah, asih asuh. Sebaliknya, tabiat kepriyayian dan selfishness dalam mengelola Lazismu sejatinya bertolak belakang dengan tradisi atau kultur yang telah dan terus dibangun di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah ini.
Lazismu itu bukan laznas lain yang bersifat hirarkis struktural semata. Lazismu lahir dari rahim Muhammadiyah yang menjunjung semangat kolektivisme dan egalitarianisme. Kepemimpinan dijalankan pada pilar ini. Tetapi, Lazismu juga merupakan sebuah lembaga amil zakat infak dan shadaqah profesional yang mengedepankan sistem komando struktural tegas dan terpadu. Profesionalisme menuntut pengelola untuk mematuhi aturan main — SOP yang berlaku. Dengan kata lain, Lazismu adalah hasil kombinasi antara egalitarianisme kolektif kolegial dalam budaya kepemimpinan organisasi dan profesionalisme sejati.
Kombinasi ini, tentu plus minus. Tapi, insya Allah, sementara ini yang paling memungkinkan untuk dijalankan. Sikap kita adalah, memaksimalkan yang plus sembari terus meminimalkan yang minus dengan cara-cara tepat dan bermartabat. Kita semua, selaku BP atau amil, bekerja dalam dua prinsip dan nilai dasar tadi untuk membangun lembaga yang kita cintai ini tidak hanya dalam lima tahun ini, long term. Dus, apa yang bisa kita lakukan saat ini–dalam maksimal 5 tahun kepemimpinan Muhammadiyah, adalah bagaimana kita ikut berpartisipasi meletakkan batu-bata Lazismu.
Meski, saat ini, dalam keterbatasan waktu, kita belum sepenuhnya menyelesaikan “Rumah Lazismu” itu. Tugas kita, saat ini, seperti rangkaian para Nabi penyuluh obor Islam dari Adam hingga Muhammad SAW. Mungkin, saat ini, kita adalah Ibrahim. Tapi dari sinilah, ajaran ajaran itu dibangun dan mencapai kesempurnaan. Kita hindari untuk bermaksud menyelesaikan proyek peradaban itu di masa kita, oleh kita, dan untuk kita. Mungkin, yang arif, adalah apa dan bagaimana yang bisa lakukan sekarang ini; apa kontribusi terbaik dan optimal kita yang bisa kita persembahkan bagi Lazismu.
Sebuah peradaban besar, dalam bentuknya yang beragam, selalu merupakan sebuah hasil dari puluhan, ratusan, atau bahkan ribuan tangan-tangan kreatif dan tulus yang bersama-sama saling asah asih asuh. Peradaban besar yang langgeng bukan jerih payah satu dua orang, tetapi kekuatan kolaboratif. Lazismu, kita semua, insya Allah punya semua modalitas itu.
We are striving for the best and all would be achieved finally with collectiveness and togetherness. Al-yawmu lanaa, falaa takunannaa minal mumtariin.
Andar Nubowo, Direktur Utama Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh Muhammadiyah (Lazismu) Pusat