“Ngapunten mas kulo mboten saged nulis, cap jempol mawon (maaf mas saya tidak bisa nulis, cap jempol saja).” terang Lik Katin lirih saat menerima pencairan BankZiska.
Lik Katin adalah pedagang sayuran. Satu diantara 9 orang yang dibiayai serentak oleh BankZiska di Pasar Sawoo, Ponorogo, Selasa 23 Maret 2021.
Selama beberapa kali melakukan pencairan BankZiska, saya sering menemui mitra yang tidak bisa nulis dan baca. Layaknya Lik Katin. Ada yang hanya bisa nulis namanya sendiri, dengan sangat susah mengeja huruf-huruf di namanya. Mungkin karena pendidikan rendah atau bahkan tidak pernah sekolah. Sehingga tak bisa nulis dan baca.
Mitra BankZiska Pasar Sawoo dikoordinatori oleh Pak Hariadi, pedagang buku ATK sekaligus menjadi Relawan BankZiska. Beberapa waktu Pak Hari telah menghubungi BankZiska. Melakukan penghimpunan para pedagang pasar sesuai kriteria. Lalu mengajukannya ke BankZiska untuk dibiayai. Terlihat Pak Hari begitu bahagia, sumringah, pengajuannya dapat diterima BankZiska.
Usaha Mitra BankZiska yang dibiayai terdiri dari pedagang gerih (ikan asin), pedagang gula merah, pedagang es cao, pedagang lombok, sayur dan bumbu dapur serta pedagang asesoris.
Saya berdua bersama mas Tony. Mas Tony adalah salah satu relawan dunia akherat BankZiska. Menyiapkan A-Z keperluan setiap kali pencairan BankZiska. Pagi-pagi sekali saya dihubungi. Diminta hadir menemani penyaluran pinjaman qordhul hasan BankZiska di Pasar Sawoo.
“Aku ngga ada temennya mas, tolong dibaturi” pinta mas Tony. Kira-kira pukul 10.00 WIB menggunakan mobil Lazismu kita meluncur ke Pasar Sawoo.
Ada kisah menarik sesaat ketika sampai di parkiran pasar. Sambil menyusuri lorong menuju tempat pencairan, saya ngobrol dengan mas Tony. Tiba-tiba dengan nada ringan mas Tony bilang.
“Mas, tak pikir-pikir kita ini kalau jaman dahulu seperti para Sunan,” katanya sambil sedikit tertawa.
“Maksudmu piye (maksudmu bagaimana), Mas” tanya saya.
“Begini mas, jaman para wali dulu orang tidak tahu Islam, lalu para Sunan berdakwah dalam gelap gulitanya masyarakat. Saat ini, banyak orang tidak ngerti apa itu riba. Apalagi di dalam pasar, coba mas Ukik lihat sekeliling pasar ini. Simbok-simbok, mbah-mbah, bulik-bulik dan para pedagang lainnya itu, kira-kira paham apa tidak tentang riba?” ujar masa Tony sambil bertanya ke saya.
“Mereka terkena pinjaman bunga tinggi. Terbiasa dan mendarah daging tanpa tahu halal haram. Ngrolasi, nelulasi dan seterusnya, mereka tidak tahu hitung-hitungan. Penjualannya tidak mampu mengikuti cicilan pokok bunga pinjaman” lanjut mas Tony.
“Lalu, kita datang kasih tausiah tentang riba dan bunga. Di tengah pasar yang seperti ini. Kita pengajian dan memberikan pinjaman tanpa tambahan apapun. Pikirku, kita ini seperti dakwahnya para sunan hehehe (tertawa). Hanya saja kita di bidang ekonomi. Mungkin juga, saat ini kita masih satu-satunya, mas.” terang mas Tony
Saya mencoba mencerna apa yang disampaikan mas Tony. Keberadaan BankZiska memang berusaha mengentaskan masyarakat dari jeratan rentenir. Banyak cerita tragis bagaimana para usaha kecil terjerat bunga tinggi pinjaman rentenir.
Saya sempat menghubungi Ustadz drh Zainul Muslimin, Ketua Lazismu Jawa Timur, sebagai salah satu funding BankZiska saat pencairan ini. Melalui video call, harapan saya supaya Ustadz Zainul melihat proses pencairan BankZiska di Pasar. Namun beliaunya sedang rapat dengan PWM Jawa Timur. Tentunya, sedang rapat memikirkan umat.
Singkat cerita, pencairan pinjaman Qordhul Hasan berjalan lancar. Dalam perjalanan pulang, saya kembali teringat cerita mas Tony tentang Sunan Pasar. Apakah BankZiska ini akan betul-betul menjadi Sunan Pasar layaknya para Wali yang menyebarkan Dakwah Islam? Hanya Allah Ta’ala yang mengetahuinya. Wallahu A’lam..
Faruq Ahmad Futaqi, Manajer BankZiska Ponorogo
[divider]