Sejarah mencatat tanggal 21 Desember 2012 Lokalisasi Dupak Bangunsari Surabaya Resmi ditutup. Sebelum ditutup lokalisasi Dupak Bangunsari mengalami masa jaya menjadi lokalisasi terbesar kedua setelah Muangthai, sekitar tahun 70-an, 80-an dan awal 90-an. Saat itu ada ribuan Wanita harapan dan ratusan wisma pelacuran.
Ketua Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh Muhammadiyah (Lazismu) kota Surabaya, Sunarko, M.Si menyatakan, “Penutupan tidak hanya dilakukan oleh pemkot Surabaya, ada dukungan beberapa ormas maupun LSM. Salah satunya adalah Pimpinan Cabang Muhammadiyah Krembangan Surabaya, memiliki peran besar dalam proses itu”, tukasnya
“Saat Penutupan Pemkot memberikan kompensasi kepada Wanita harapan Rp 5 juta dan untuk mucikari diberi Rp 10 juta. Ada beberapa yang pulang atau pindah ketempat lain,ada sebagian yang beraleh profesi,” ujar Sunarko.
“Mbak Ririn yang umur 49 tahun mengaku berasal dari Jember tetap bertahan dengan menekuni usaha warung nya dibawah binaan Aisyiyah dan PCM Krembangan. Awal usaha warung nasi yang berada di Jl Lasem sangat ramai dan banyak order. Namun lambat laun usahanya agak sepi dan mulai sakit-sakitan.
“Mencoba pindah tempat usaha ke Jl. Rembang tetap sepi bahkan penyakit punggung dan kaki yang dirasakan semakin parah. Mendengar kabar Mbak Ririn penyakitnya semakin parah Bapak Sutikno, S.Sos Ketua PCM Krembangan menghubungi Lazismu PDM kota Surabaya. Setelah membaca hasil outreach Sunarko S.Ag M.Si ketua Lazismu Surabaya mengintruksikan untuk segera memenuhi yang diperlukan oleh pasien,” ujarnya.
Menurut dia, salah satu keinginan terbesar adalah pulang ke desanya, walau pernah ditolak oleh warga kepulanganya. Kendala pertama tidak segera bisa diantar pulang kerena masih ada sangkutan hutang dengan rentenir dan tetanggaya sebesar Rp. 6.000.00. (Enam juta rupiah)
Masih kata dia, Kendala datang ketika tim Lazismu betanya di mana rumah kerabat nya Mbak Ririn (Yang tertidur) Tidak ada yang kenal dengan mbak Ririn karena ternyata bernama asli Juma’ati.
“Bermacam-macam sikap ketika menyambut kedatangannya, ada yang menangis, ada yang biasa, bahkan ada yang mencibir juga,” katanya.
Menurut Bapak Seneri mantan RT setempat Mbak Ririn dulu pernah menikah tetapi Suaminya dan anaknya meninggal.
“Karena faktor ekonomilah sekitar tahun 1990 merantau ke Surabaya, dan langsung terjun ke dunia malam yang penting baginya segera mendapatkan uang. Hasil dari kerja malamnya sempat bisa membeli rumah sederhana.
“Ketika belum penutupan Lokalisasi Dupak Bangunsari sebenarnya sering pulang dengan berganti ganti pria. Semenjak Ibunya yang seorang janda menikah lagi dan tinggal bersama suaminya kehidupan Mbak Ririn semakin tidak terkontrol Itu yang membuat sebagian warga enggan menerima kedatangannya,” ujar dia.
“Salah satu warga yang tidak mau difoto dan disebut namanya menuturkan, sebenarnya jengkel juga sejak penutupan pernah pulang sekali. Dan ketika kembali ke Surabaya pinjam uang dengan alasan Karaoke nya sedang sepi. Setelah terjadi musyawarah dengan tetangga dan kerabatnya semua bisa menerima kehadiran Mbak Juma’ati ditengah tengah mereka,” tambahnya.
Ketika Tim Lazismu Surabaya berpamitan, ada isak tangis dari bibirnya sambil mengucapkan terimakasih kepada Muhammadiyah yang selama ini telah membina dan memberi modal usaha juga kepada Lazismu Surabaya yang telah berkenan mengantar sampai desa asalnya dan menyelesaikan hutang-hutangnya.
“Terima kasih Kepada semua Donatur Yang telah menyalurkan Zakat, Infaq dan Shodaqoh (ZIS)nya melalui Lazismu Surabaya,” ucap Mbak Ririn atau Juma’ati itu sambil menangis. (CW/Habibie/Klikmu.co)