JAWABAN : Wa’alaikumussalam wr.wb. Zakat sebagai rukun Islam merupakan simbol ketundukan puncak kepada Allah secara sosial. “Hadits dari Umar bin Khottab tentang Rukun Islam dimaknai sebagai ketundukan” –> ‘urwatul wusqo / tali pengangan yang kuat, ‘pedoman penghayatan dan pengamalan dalam berIslam’ (Al Baqoroh dan Lukman).
Zakat bisa diartikan sebagai Infaq (melepaskan) : Penekanannya pada kegiatan. Zakat bisa juga disebut Shodaqoh (jujur & sungguh-sungguh) : Pada tanda (simbol) keimanan, contoh: mahar.
Sedangkan pengertian Zakat sebagai Zakat itu sendiri adalah : Tumbuh dan berkembang, Subur dan Indah. Zakat sebagai fungsi yaitu menjadikan masyarakat sesuai dengan makna asal dimulai dengan ekonomi bagi mustahik.
Zakat sebagai institusi keagamaan mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan sejarah yang dialami oleh umat Islam, disesuaikan dengan pola dan perilaku dalam masyarakat. Zakat di awal Islam adalah sebagai sumber pendapatan negara maka dikelola oleh negara. Saat ini di Indonesia zakat dikelola oleh lembaga-lembaga yang dibentuk oleh ummat Islam namun diatur dengan regulasi negara.
Fikih zakat yang menjadi panduan pelaksanaan zakat di kalangan umat yang seharusnya kontekstual sesuai dengan perkembangan sejarah tersebut. Al-Qur’an menjadi sumber pertama dan utama dalam pengembangan fikih zakat kontekstual. Oleh karena itu al-Qur’an adalah sumber bagi fikih zakat.
Muzaki adalah pemberi zakat, yaitu muslim yang memiliki kecukupan dalam memenuhi kebutuhan pokok: pangan, sandang dan papan (pra-modern), serta kesehatan dan pendidikan (modern) (at-Taubah, 9: 103). Sedangkan Mustahik adalah penerima zakat, yang terdiri dari 8 ashnaf atau kelompok (At-Taubah, 9: 60).
Harta-Harta yang Wajib Dizakati
Harta-harta yang wajib dizakati diantaranya, adalah :
a. Hasil kerja-usaha yang baik/thayyibati ma kasabtum (Al-Baqarah, 2: 267). Bisa juga semacam owner perusahaan.
b. Hasil pengelolaan sumber daya alam/ma akhrajna lakum minal ardl (al-Baqarah, 2: 267).
c. Tabungan (emas, perak, uang dan lain-lain) (al-Baqarah, 2: 219 dan at-Taubah, 9: 34).
d. “Kelebihan dari pemenuhan kebutuhan pokok” (al-Baqarah, 2: 219).
Harta dari hasil kerja dan usaha yang baik, berasal dari perdagangan, peter-nakan, sewa-menyewa, profesi, investasi, asuransi, dana pensiun, perusahaan. Dalam fikih lama hanya meliputi 2 yang pertama yang disebut dengan tijarah dan masyiyah.
Harta dari hasil pengelolaan Sum-ber Daya Alam (SDA), meliput : pertanian, perkebunan, perikanan, budidaya laut, pertambangan, harta karun. Dalam fikih lama meliputi 2 yang pertama yang disebut nabit dan 2 yang terakhir yang disebut ma’din dan rikaz.
Harta dari tabungan, meliputi : emas, perak, uang, tanah, benda-benda lain. Dalam fikih lama meliputi 3 yang pertama yang disebut naqd. Demikian jawabannya.
Hamim Ilyas, Dewan Syariah Lazismu Pusat.