Asalnya biasa saja atau bahkan tidak tertarik, tapi karena setiap hari dibiasakan, akhirnya berubah menjadi cinta, gemar dan bahkan menjadi kebutuh-an. Artinya merasa tidak enak kalau tidak bersedekah.
Faizah misalnya, gadis cantik yang kini duduk di kelas 1 SMP Muhammadiyah itu setiap hari menyisihkan uang jajannya sebesar Rp 1000. Uang tersebut dikumpulkan dan pada setiap hari Jum’at ketika pengurus IPM (OSIS) mengedarkan kotak Infaq dia masukkannya sebagai sedekah mingguan. Kalau setiap Jum’at Faizah memasukkan uang sedekahnya Rp 5000,- maka dalam satu bulannya tidak kurang dari Rp 20.000,- yang ia berikan untuk bersedekah, dan dalam satu tahunnya tidak kurang dari Rp 240.000,- (duaratus empatpuluhribu rupiah).
Beda dengan teman-teman sebayanya, yang sebagian tidak peduli dengan hadirnya kotak infaq jum’at dikelilingkan di kelasnya. Ada yang cuek dan ada beberapa yang berinfaq ala kadarnya, Rp. 500,- atau Rp. 1.000,- saja dan itupun tidak rutin, kadang memberi dan kadang tidak sama sekali.
Bagi Faizah, bersedekah itu menjadi kebiasaan hidupnya bahkan sudah menjadi kebutuhan batinnya. Artinya gak enak kalau tidak bersedekah. Meski umumnya anak kecil itu bakhil, tidak suka memberi atau berbagi dengan sesama, namun beda dengan Faizah. Dia sejak duduk di bangku Sekolah Dasar sudah dibisakan oleh ibunya untuk memberi dan besedekah.
Saat ada pengemis yang minta di depan rumahnya, sang ibu memberikan uang recehan kepada Faizah dan disuruhnya untuk memberikan kepada pengemis tersebut. Demikian halnya kalau diajak shalat jamaah di masjid, maka ibunya membawa uang infaq dan Faizah diminta untuk memasukkan uang tersebut ke dalam kotak Infaq.
Semasa masih kecil Faizah bertanya : “Bu… mengapa kita mesti memberi orang yang minta-minta, membantu fakir miskin dan menyantuni anak yatim bu?” Jawab Ibu : “Ya anakku, mereka orang tidak punya, orang-orang lemah, dan kita yang punya wajib membantunya”. Faizah kembali bertanya : “Tapi kok terus-terusan lho Bu?” “Ya anakku, karena menurut sabda Nabi saw. dalam sebuah hadits Qudsi : “Barang siapa yang meringankan bebaban hidup orang mukmin di dunia, maka Allah akan meringankan beban hidupnya di hari kiyamat,… Allah akan menolong hambaNya jika hamba tersebut mau menolong saudaranya”. (HR. Muslim, Abu Dawud dan At Tirmidzi). Dan kita butuh pertolongan Allah itu wahai anakku”.
“Demikian juga dengan berinfaq ke masjid anakku. Jika orang kafir tidak mungkin mau memakmurkannya. Kalau bukan kita orang-orang beriman yang memakmurkan, lalu siapa anakku ? Apalagi Nabi saw. menjelaskan : “Barang siapa yang membangun masjid karena Allah, niscaya Allah akan membangunkan untuknya sepertinya (Istana) di Surga” (HR. Muslim, an Nasa’I, at Tirmidzi dan Ahmad), dan kita mengharapkan dapat Istana itu wahai anakku” jelas Ibu.
Keimanan terus dimantapkan oleh sang ibu tercin-ta, lalu dibiasakan dalam amal dan kepedulian terhadap sesama secara rutin, maka membuat Faizah memiliki kepribadian yang sangat mengagumkan. Rajin belajar, taat dalam beribadah serta gemar bersedekah, dan itulah karakter atau akhlaqul karimah, dambaan setiap manusia.
BAGAIMANA PUNYA ANAK SEPERTI FAIZAH ?
Jawabnya adalah; melatih dan membiasakan sang anak untuk suka memberi (bersedekah) sejak dini (belia), serta menanamkan keimanan yang benar, bahwa semua yang kita tanam itu pasti akan kita panen rasakan, baik dalam kehidupan dunia maupun di akhirat kelak. Karena semua manusia akan mati, dan tidak akan membawa apa-apa, selain amal dan sedekah yang ia lakukan selama hidup di dunia.
Prof. Dr. Ahmad Amin memberikan uraian dalam bukunya al Akhlaq, bahwa : “Akhlaq adalah kehendak yang dibiasakan”. Sementara menurut Imam al Ghozali, bahwa “AkHlaq itu adalah kebiasaan yang tertanam dalam jiwa, sehingga melahirkan perbuatan dengan mudah”. Dalam arti lain bahwa akhlaq itu adalah perbuatan yang kontan dan konstan.
Semoga kita memiliki generasi seperti Faizah, yang cantik wajahnya dan indah akhlaqnya. Aamiin.
Syamsun Aly, M.A., Wakil Ketua Lazismu Jawa Timur