Whatsapp Chat
Konsultasikan Zakat Anda kepada Kami

Zakat Fitrah Untuk Ketahanan Pangan Program LAZISMU Bakti Guru dan Mubaligh

Taraf kesejahteraan hidup yang ideal menjadi dambaan setiap orang. Cukup pangan, sandang dan papan adalah kebutuhan hidup dasar yang harus dimiliki agar kehidupannya tidak di bawah standar. Hal itu bisa dicapai jika penghasilan seseorang bisa memenuhi standar minimal biaya hidup di suatu negara, wilayah atau daerah. Apa jadinya jika penghasilan tidak mencapai ambang batas standar? Maka kemiskinan akan menyelimuti kehidupan seseorang.

Menurut kriteria dari Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 seorang dikatakan miskin jika penghasilan per bulannya di bawah angka Rp 506.000,-. Bila penghasilan di bawah itu bisa dikatakan tidak sejahtera atau miskin. Apalagi jika telah berkeluarga. Menurut BPS kriteria masyarakat tidak mampu atau masyarakat miskin adalah keadaan di mana ada ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.

Pendek kata, penduduk yang dikategorikan miskin apabila jumlah rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan, terdiri dari garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan. Adapun garis kemiskinan makanan adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk, yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori per kapita per hari. Nah, bagaimana dengan di kalangan internal Peryarikatan Muhammadiyah ? Sudahkan warganya hidup dengan tingkat kesejahteraan yang memadai ?

PRIHATIN PENGHASILAN PENDIDIK DAN DAI

Persoalan tingkat kesejahteraan senantiasa menarik menjadi perbincangan dan pergumulan semua pihak, tak terkecuali di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah. Apakah bagi mereka yang bekerja dan bertugas di Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), staf eksekutif Persyarikatan, maupun yang berkiprah atau mengabdi pada Majelis, Lembaga dan Ortom.

Semboyan “Hidup Hidupilah Muhammadiyah, Jangan Mencari Hidup di Dalamnya” untuk masa sekarang ini seyogyanya tidak dimaknai secara tekstual. Lebih dalam lagi pemaknaan secara kontekstual dibutuhkan guna menjembatani tingkat kondisi kehidupan pada masa kini dan masa depan. Yang terpenting adalah semangat, loyalitas, pengabdian tanpa batas dan kepedulian serta kebersamaan semua pihak harus menjadi titik fokus dalam pemahaman dan pengamalannya.

Termasuk persoalan isu kesenjangan tingkat kesejahteraan akan terus menjadi topik pembicaraan selama tidak dicarikan solusi dan jalan keluarnya. Persyarikatan Muhammadiyah dengan jumlah AUM banyak dan tersebar luas tentu mampu memberikan solusi atas permasalahan ini. Untuk itu diperlukan sinergi internal yang kuat dan kolaborasi yang kokoh dengan berbagai pihak. Semua pihak di Persyarikatan harus saling menguatkan dan mendukung satu sama lain sebagai sebuah kesatuan yang tak terpisahkan.

Jika berbicara tentang kesejahteraan, tak bisa dipungkiri masih ada kalangan internal Muhammadiyah yang masih perlu mendapatkan perhatian pada kesejahteraan hidupnya. Di sektor Pendidikan, setidaknya terdapat 7000 orang guru dan tenaga pendidik di Persyarikatan Muhammadiyah di Jawa Timur yang penghasilannya di bawah batas sejahtera. Menurut informasi dari Majelis Dikdasmen, mereka bukan PNS dan tidak termasuk Guru yang tersertifikasi yang berpenghasilan cukup. Letak tempat mereka mengabdi pun bukan di kota-kota besar, melainkan di daerah pedesaan dan pelosok, bahkan di kawasan terpencil yang lokasi Amal Usaha Muhammadiyah (AUM)-nya agak sulit dijangkau. Bila dikaitkan dengan UMR dan UMK, maka penghasilan di bawah Rp 500 ribu per bulan bagi Guru dan Mubaligh sungguh jauh dari layak dan berada di bawah rata-rata sejahtera.

Demikian pula di bidang dakwah Muhammadiyah. Terdapat angka kurang lebih 3000 Dai dan Mubaligh Muhammadiyah di Jawa Timur yang membutuhkan perhatian pada tingkat kesejahteraannya. Mereka kebanyakan berada di pelosok pedesaan, perbukitan, pegunungan dan kawasan terpencil. Pengabdian dan loyalitas mereka dalam berdakwah tanpa batas dengan semangat jihad yang tinggi. Bagi mereka, hidup bukanlah semata untuk mencari duniawi, namun untuk kejayaan agama dan bekal kehidupan di akhirat kelak.

Namun demikian, perlu menjadi perhatian semua kalangan di Persyarikatan Muhammadiyah. Sebagai ujung tombak Gerakan dakwah mereka harus diperhatikan kehidupan dunianya dan ditingkatkan taraf kesejahteraannya. Sudah saatnya segenap unsur di lingkungan Muhammadiyah mempunyai pemikiran serius, tingkat kepedulian yang tinggi dan respon yang sistematis terhadap persoalan ini.

POTENSI ZAKAT FITRAH MUHAMMADIYAH

Jika berbicara tentang potensi zakat di Muhammadiyah maka yang didapat adalah kondisi yang sangat ideal namun perlu perjuangan untuk mencapai hasil yang optimal. Menurut perhitungan diatas kertas, potensi Zakat Fitrah saja di Muhammadiyah se-Jawa Timur pada kisaran angka 150.000 jiwa. Angka itu dihitung dari jumlah siswa sekolah Muhammadiyah dan jumlah tenaga pendidik dan kependidikan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) sekolah. Kemudian para pimpinan, dosen dan karyawan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM), serta pimpinan, tenaga medis dan karyawan AUM Kesehatan; RSM/RSA se-Jawa Timur. Belum termasuk zakat fitrah Pimpinan dan warga Muhammadiyah yang tidak bekerja di AUM atau PTM.

Kemudian Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur pada awal bulan Ramadhan 1444 Hijriyah telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) bernomor 156/INS/II.0/C/2023 tentang Gerakan Zakat Fitrah Ramadhan 1444 H dan Bakti Guru Muhammadiyah Jawa Timur. Dalam surat itu tersirat sebuah instruksi agar AUM Pendidikan dan Kesehatan serta PTM se-wilayah Jawa Timur menyetorkan perolehan Zakat Fitrahnya melalui LAZISMU Jawa Timur. Menurut surat tersebut perolehan zakat fitrah akan didedikasikan sebagai wujud apresiasi kepada insan pendidik dan tenaga kependidikan serta Mubaligh Muhammadiyah di seluruh Jawa Timur. Perolehan dana zakat fitrah itu akan digunakan untuk membantu memberikan tambahan penghasilan kepada pendidik, tenaga kependidikan dan Mubaligh/Dai Muhammadiyah yang masih dalam taraf kekurangan.

Jika per jiwa zakat fitrahnya dinilai nominal uang Rp 35.000 (seharga 3 kg beras) maka akan didapat angka penghimpunan sebesar Rp 5,25 Milyar. Dari angka itu jika 50%nya bisa dikumpulkan secara kolektif untuk ketahanan pangan (lewat LAZISMU) melalui program Bakti Guru dan Mubaligh pasca Ramadhan, maka akan dicapai angka Rp 2,62 Milyar. Mengingat yang 50%-nya sudah dibagikan terlebih dahulu untuk warga fakir-miskin di lingkungan sekitar AUM dan PTM pada akhir Ramadhan.

Persoalan fikih tentang distribusi zakat fitrah telah selesai melalui putusan Majelis Tarjih bahwa zakat fitrah bisa didistribusikan sepanjang tahun. Karena jika didistribusikan habis setiap akhir Ramadan, setoran uang itu atau bahan pokok makanan pada malam Idul Fitri itu banyak sekali dan menyulitkan apabila harus dibagi dalam tempo yang singkat. Karenanya Majelis Tarjih memutuskan distribusi zakat fitrah bisa sepanjang tahun.

Kemudian jika dana sebesar Rp 2,62 Milyar itu dibagikan kepada 10.000 orang yang menjadi target sasaran penerima manfaat, maka per jiwa akan menerima zakat fitrah sebesar Rp 262.000,-. Atau jika dirupakan beras setiap orang akan mendapat jatah 24 kg. Apalagi jika pembelian berasnya dilakukan ke petani binaan Muhammadiyah atau unit usaha ekonomi Muhammadiyah maka akan diraih nilai yang semakin multi manfaat bagi banyak pihak.

LAZISMU sebagai Unit Pembantu Persyarikatan (UPP) dan juga sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) yang mengikuti regulasi negara (UU) turut serta berpartisipasi melaksanakan program-program Muhammadiyah. LAZISMU berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif dana zakat, infaq, wakaf dan dana kedermawanan lainnya baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan dan instansi lainnya. Keberadaan LAZISMU dimaksudkan sebagai Lembaga pengelola zakat dengan manajemen modern yang dapat menghantarkan zakat menjadi bagian dari penyelesai masalah (problem solver) sosial masyarakat yang terus berkembang.

Termasuk dalam hal pengelolaan zakat fitrah, LAZISMU sami’na wa atho’na dengan edaran dari PWM Jatim. Penghimpunan, pengelolaan dan pendistribusian zakat fitrah dapat diupayakan lebih terkoordinasi dan terkonsolidasi melalui LAZISMU. Didukung dengan data yang akurat diharapkan pengelolaan zakat fitrah ini dapat lebih memberikan nilai keadilan bagi seluruh kalangan Persyarikatan agar lebih meningkat tingkat kesajahteraannya. Inilah bentuk aksi bersama untuk sesama yang secara nyata mampu memberikan nilai kebermanfaatan dan kebaikan. (ADITIO YUDONO, Wakil Ketua LAZISMU Jawa Timur).

Baca Kabar lainnya

Profil

Donasi

Layanan

Daftar